Rumah Lontiok merupakan rumah
panggung yang didirikan diatas tiang-tiang yang tingginya ±2
m dari permukaan tanah. Selain untuk alasan keamanan , rumah tinggi yang
mengharuskan adanya tangga ini juga merupakan perlambang makna rukum islam yang
lima dan alasan-alasan lainnya.
Struktur Bangunan
Rumah Lontiok yang dibangun oleh
kaum yang mampu dan yang kurang mampu tidak memiliki perbedaan yang menonjol. Perbedaan
itu hanya tampak pada hiasan yang berupa ukiran-ukiran, dimana ukiran ini
tampil secara lengkap pada puncak bubungan atap, ujung cucuran atap, lesplang,
bagian atas dan bawah pintu dan jendela, sepanjang kaki dinding pada sudut
dinding, sudut tiang, kaki tiang, kasau dan bagian rumah lainnya bagi rumah
orang berada.
- Tiang
Tiang rumah lontiok berjumlah
enam sampai sembilan, dengan bentuk segi empat atau bulat. Tiang bagian muka
diberi hiasan yang diberi nama tiang gantung. Tiang utama diberi nama tiang tuo
yang letaknya pada deretan kedua pintu masuk sebelah kiri dan kanan. Kayu yang
dipakai untuk tiang ini adalah kayu kulim/trembusu/resak/punak.
- Lantai
Lantai dibuat dari kayu punak
atau kayu medang. Lantai bagian rumah induk dibuat rapat, yakni dengan cara
diberi lidah dan purus, sedangkan lantai bagian belakang rumah dibuat sedikit
merenggang.
Dinding rumah lontiok bentuknya
khusus. Bagian luar dindingnya miring keluar sedangkan bagian dalam tegak
lurus. Dinding dibangun dari susunan papan dengan lebar 10-15 cm.
Rumah tempat tinggal masyarakat
kampar lazim disebut dengan nama rumah
lontiok. Sebutan lontiok diberikan sesuai dengan atapnya yang lentik ke
atas. Ada juga nama lain, yaitu rumah
pencalang atau rumah lancang. Nama
pencalang dan lancang diberikan karena bentuk hiasan kaki dinding rumah bagian
depannya miring keluar menyerupai perahu.
Konon, menurut cerita rakyat asal
mula sebutan rumah menyerupai perahu dikarenakan dahulunya masyarakat membuat
perahu dengan rumah-rumah perahu yang disebut magon, hampir sama bentuknya
dengan rumah kediaman mereka. Namun tidak diketahui apakah bentuk rumah mereka
yang menyerupai perahu atau sebaliknya. Dengan perahu itulah masyarakat
melakukan pelayaran dagang yang waktunya mencapai berbulan-bulan. Penyebaran rumah
lontiok ini meliputi wilayah kabupaten Kampar, seperti Rumbio, Kampar , Air
Tiris, Bangkinang, Salo, Kuok dll.
Rumah tempat tinggal masyarakat
Kampar dibangun dalam sebuah perkampungan yang disebit Koto. Koto bagi
masyarakat kampar adalah sebuah perkampungan yang terdiri dari sekelompok rumah
tempat tinggal, mesjid dan balai adat atau balai Godang yang dikelilingi pagar
bambu atau tanah.
Pada awalnya Koto dibangun di
kaki bukit dan berbentuk persegi panjang, namun secara berangsur pindah ke
daratan pinggiran sungai. Hal ini disebabkan oleh terjadinya pertumbuhan sungai
Kampar. Koto dibangun panjang bentuknya menurut tebing sungai. Rumah tempat
tinggal yang dibangun tidaklah diatur menurut posisi sungai, tetapi diatur dan
ditentukan menurut adat. Rumah keluarga yang lebih muda dibangun di belakang
rumah keluarga yang lebih tua. Saat ini dalam proses perkembangan desa koto
hanya tinggal nama, karena pagar pembatas telah hilang. Namun kita masih dapat
melihat tinggalan.
- Pintu dan Jendela
Terbuat dari kayu keras. Terdiri dari
dua bilah panel yang dibagian atas diberi hiasan ukiran yang disebut
lambai-lambai. Pintu dan jendela tidak memakai engsel tetapi memakai puting
dibagian atas dan bawahnya.
JENDELA |
- Atap
Atap bentuknya melengkung ke atas
pada kedua ujung perabungnya. Dahulu atap ini terbuat dari ijuk, rumbia atau
daun nipah. Hiasan pada kedua ujungnya disebut Sulo Bayung sedangkan pada
keempat sudut cucuran atap terdapat hiasan Sayok layang-layang.
Susunan Ruangan
Rumah Lontiok biasanya terdiri
dari 3 ruangan , tetai rumah Sompu terdiri dari 4 ruangan. Ruang yang keempat
adalah ruang belakang yang letaknya sedikit terpisah. Namun jumlah ruangan
haruslah tetap 3 sesuai dengan Alam nan Tigo yang merupakan aturan pergaulan
dalam kehidupan masyarakat. Pertama Alam Berkawan , yakni pergaulan antara
sesama warga kampung. Pergaulan yang terbatas pada tegur sapa, tanpa ada
hubungan darah dilambangkan sebagai
ruangan muka. Kedua, Alam Bersamak, yakni kaum kerabat dan keluarga yang
dilambangkan dengan ruang tengah. Ketiga, Alam Semalu, yakni kehidupan pribadi
dan rumah tangga ini dilambangkan dengan ruangan belakang sebagai tempat
memasak.
Pembagian ruangan ini didasarkan
pada fungsinya. Ruang bawah berlantai lebih rendah dari rumah induk dimana
terdapat ruangan ujung bawah yang fungsinya sebagai tempat duduk Ninik Mamak
dan undangan dalam acara adat, sedangkan sehari-harinya digunakan sebagai
tempat sembahyang. Disebelah kiri ruangan ujung bawah terdapat Pangkal rumah
yang berfungsi sebagai tempat duduk Ninik Mamak yang punya rumah sedangkan
sehari-hari berfungsi sebagai tempat tidur Ninik Mamak.
Diruangan tengah terdapat ruangan
yang disebut Ujung Tengah yakni ruangan yang terletak di sebelah kanan
sedangkan yang disebelah kiri terdapat ruangan Poserek. Ruangan ujung tengah
berfungsi sebagai tempat gerai pelaminan, sedangkan sehari-hari berfungsi
sebagai tempat tidur pemilik rumah. Sedangkan Poserek berfungsi sebagai tempat
berkumpul orang tua perempuan dan anak-anak. Pada bagian belakang terdapat
ruangan Sulopan yang berfungsi sebagai tempat meletakkan barang-barang
keperluan sehari-hari dan peralatan dapur serta pedapuan yang berfungsi sebagai
tempat memasak, tempat kaum ibu bertamu, terkadang berfungsi sebagai tempat
tidur anak gadis.
Mendirikan rumah lontiok diawali
dengan musyawarah yang dipimpin oleh Kepala Suku atau Datuk nan Limo yang
diikuti oleh para Ninik Mamak dan orang laki-laki dewasa. Dalam musyawarah
dibicarakan segala sesuatu yang berhubungan dengan rencana pembangunan rumah;
tanah tempat mendirikan bangunan, pengadaan bahan bangunan, waktu pendirian,
hari pencarian tanah, hari meramu kayu dll. Keputusan musyawarah menjadi
tanggung jawab seluruh warga kampung.
Adapun tahap-tahap pendirian
bangunan adalah medirikan kerangka bangunan dan memasang bagian bawah, memasang
bagian tengah dan bagian atas dan ketiga memasang hiasan sekaligus
penyelesaian/ penyempurnaan akhir.
Source: Dinas Kebudayaan, Kesenian
dan Pariwisata Provinsi Riau
"Itulah pertinggal yang penulis dapat dari nyeker ke Museum Sang Nila Utama beberapa hari yang lalu, dan Alhamdulillah bisa nge-share ke para blogger yang mampir ke Blog ini dan penulis pengen banget bisa melihat Rumah Lontiok ini secara nyata, bukan lagi dengan selembar selebaran saja haha." Sekian :))
Dan tambahan bahwa foto adalah resmi milik penulis, dokumentasi pribadi penulis yang berkesempatan mengunjungi Rumah Lontiok yang berada di desa Pulau Belimbing, Kampar-Riau.
Dan tambahan bahwa foto adalah resmi milik penulis, dokumentasi pribadi penulis yang berkesempatan mengunjungi Rumah Lontiok yang berada di desa Pulau Belimbing, Kampar-Riau.
4 Comments
Next mau buat edisi bertuah tv edisi rumah lontiok, kami bertuah dah nyampe krmh lontiok.
ReplyDeleteOke, ditunggu om. Unk melengkapi postingan hehe pict dan artikel sdh, video menyusul :D
Deleterumah2 tradisional kebanyakan tinggi ya, mesti naik tangga dulu dan ruangan di dalamnya luas
ReplyDeleteIya karena dulu masih byk hewan buas dan sering banjir, sedangkan ruangan luas karena orang dulu keluarga besar semua hehe :)
DeleteHayy.. Jejak anda yang akan mengubah pikiran saya ttg postingan ini, silahkan berkomentar dengan sopan.